Cari uang dan hasilkan profit di internet
BELAJARLAH! SESUNGGUHNYA TIDAKLAH MANUSIA ITU DILAHIRKAN DALAM KEADAN PANDAI

>> Selasa, 09 Februari 2010

HUKUM ADAT WARIS

1. Pengertian Hukum Adat Waris

a. Prof. Soepomo, merumuskan hukum adat waris adalah : Hukum adat waris
memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta
mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang tidak
berwujud dari angkatan manusia kepada turunannya.

b. Ter Haar, merumuskan hukum adat waris adalah Hukum adat waris
meliputi peraturan-peraturan hukum yang bersangkutan dengan proses
yang sangat mengesankan serta yang akan selalu berjalan tentang
penerusan dan pengoperan kekayaan materiil dan immaterial dari suatu
generasi kepada generasi berikutnya.

c. Wirjono Prodjodikoro, S.H., menyatakan : Warisan itu adalah soal apakah
dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang
kekayaan sesorang pada waktu meninggal dunia akan beralih kepada orang
lain yang masih hidup.

d. Soerojo Wignjodipoero, S.H., mengatakan : Hukum adat waris meliputi
norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil
maupun immaterial yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan
kepada keturunannya.


2. Beberapa Hal Penting Dalam Hukum Adat Waris :

- Hukum adat waris erat hubungannya dengan sifat-sifat kekeluargaan dalam masyarakat hukum yang bersangkutan, misalnya Patrilineal, Matrilineal, dan Parental.

- Pengoperan warisan dapat terjadi pada masa pemiliknya masih hidup yang
disebut “penghibahan” atau hibah wasiat, dan dapat terjadi setelah
pemiliknya meninggal dunia yang disebut warisan.
- Dasar pembagian warisan adalah kerukunan dan kebersamaan serta
memperhatikan keadaan istimewa dari tiap ahli waris
- Adanya persamaan hak para ahli waris
- Harta warisan tidak dapat dipaksakan untuk dibagi para ahli waris.
- Pembagian warisan dapat ditunda ataupun yang dibagikan hanya sebagian
saja.



- Harta warisan tidak merupakan satu kestuan, tetapi harus dilihat dari sifat,

macam asal dan kedudukan hukum dari barang-barang warisan tersebut.

3. Sistem Kewarisan Adat

Tiga Kewarisan Adat yaitu :
1. Sistem kewarisan individual
Harta peninggalan dapat dibagi-bagikan kepada para ahli waris seperti dalam masyarakat di Jawa

2. Sistem kewarisan kolektif
Harta peninggalan itu diwarisi secara bersama-sama para ahli waris,
misalnya harta pusaka tidak dilmiliki atau dibagi-bagikan hanya dapat
dipakai atau hak pakai.

3. Sistem kewarisan mayorat
Harta peninggalan diwariskan keseluruhan atau sebagian besar jatuh pada
salah satu anak saja.
Sistem kewarisan mayorat dibagi dua yaitu :
a. mayorat laki-laki yaitu harta peninggalan jatuh kepada anak-anak laki-
laki.
b. Mayorat perempuan yaitu harta peninggalan jatuh pada anak
perempuan tertua.

Tidak semua harta peninggalan dapat diwariskan/ dibagi-bagikan kepada ahli
waris, alasan-alasan harta peninggalan tidak dapat dibagi, yaitu :
1. karena sifatnya seperti barang-barang milik bersama/ milik kerabat.
2. karena kedudukan hukumnya seperti barang kramat, kasepuhan, tanah
bengkok, tanah kasikepan.
3. karena pembagian warisan ditunda, misalnya adanya anak-anak yang belum dewasa.
4. karena belum bebas dari kekuasaan dari persekutuan seperti tanah milik
desa.
5. karena hanya diwariskan pada satu golongan saja seperti system kewarisan
mayorat.


4. Penghibahan atau Pewarisan

Dasar pemberian hibah adalah sebagai koreksi terhadap hukum adat dan untuk
memberikan kepastian hukum.




Hibah ada dua macam yaitu :
a. Hibah bisaa yaitu pemberian harta kejayaan pada waktu pewaris masih
hidup.
b. Hibah Wasiat yaitu pelaksanaannya setelah pewaris meninggal dunia harta
tersebut baru diberikan.

Keputusan Mahkamah Agung tanggal 23 agustus 1960 Reg. No. 225 K/Sip/ 1960 menetapkan syarat-syarat hibah yaitu :
a. Hibah tidak memerlukan persetujuan ahli waris
b. Hibah tidak menyebabkan ahli waris yang lain menjadi kehilangan hak
atas harta jekayaan tersebut.

5. Para Ahli Waris

Yang menjadi ahli waris yang terpenting adalah anak kandung sendiri. Dengan
adanya anak kandung ini maka anggota keluarga yang lain menjadi tertutup
untuk menjadi ahli waris.
Mengenai pembagiannya menurut Keputusan Mahkamah Agung tanggal 1
Nopember 1961 Reg. No. 179 K/Sip/61 anak perempuan dan anak laki-laki
dari seorang peninggal warisan bersama berhak atas harta warisan dalam arti
bahwa bagian anak laki-laki adalah sama dengan anak perempuan.
Hukum adat waris iini sangat dipengaruhi oleh hubungan kekeluargaan yang
bersifat susunan unilateral yaitu matrilineal dan patrilineal.
Di daearah Minangkabau yang menganut system matiarchaat, maka apabila
suaminya meninggal, maka anak-anak tidak merupakan ahli waris dari harta
pencahariannya, sebab anak-anak itu merupakan warga anggota famili ibunya
sedangkan bapaknya tidak, sehingga harta pencahariannya jatuh pada sausara-
saudara sekandungnya.
Di Bali, hanya anak laki-laki tertua yang menguasai seluruh warisan, dengan
suatu kewajiban memelihara adik-adiknya serta mengawinkan mereka.
Di Pulau Savu yang bersifat parental harta peninggalan ibu diwarisi oleh anak-
anak perempuan dan harta peninggalan bapak diwarisi anak laki-laki.

Beberapa Yurisprudensi tentang adat waris :
1. Keputusan M..A. tanggal 18 Amret 1959 Reg. No. 391/K/SIP/1959
mengatakan :
Hak untuk mengisi/ penggantian kedudukan ahli waris yang telah lebih
dahulu meninggal dunia dari pada yang meninggalkan warisan adalah ada
pada keturunan dalam garis menurun.
Jadi cucu-cucu adalah ahli waris dari bapaknya.

2. Keputusan M.A. tanggal 10 Nopember 1959 Reg. No. 141/K/SIP/1959
mengatakan :
Penggatian waris dalam garis keturunan ke atas juga mungkin ditinjau dari
rasa keadilan.
Pada dasarnya penggantian waris harus ditinjau pada rasa keadilan
masyarakat dan berhubungan dengan kewajiban untuk memelihara orang
tua dan sebaliknya.
Didalam masyarakat adat dikenal juga apa yang disebut dengan :
1. anak angkat
2. anak tiri
3. anak di luar kawin
4. kedudukan janda
5. kedudukan duda

1. Anak Angkat :

Kedudukan hukum anak angkat di lingkngan hukum adat di beberapa
daerah tidak sama.
Di Bali perbuatan mengangkat anak adalah perbuatan hukum yang
melepaskan hak anak dari pertalian orang tua kandungnya, sehingga anak
tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnxa dengan tujuan
untuk melanjutkan keturunannya.
Di Jawa perbuatan mengangkat anak hanyalah memasukkan anak itu
kekehidupan rumah tangganya saja, sehingga anak tersebut hanya menjadi
anggota rumah tangga orang tua yang mengangkatnya, dan tidak
memutuskan pertalian keluarga antara anak itu dengan orang tua
kandungnya. Jadi bukan untuk melanjutkan keturunan seperti di Bali.
Putusan Raad Justitie tanggal 24 Mei 1940 mengatakan anak angkat
berhak atas barang-barang gono gini orang tua angkatnya. Sedangkan
barang-barang pusaka (barang asal) anak angkat tidak berhak
mewarisinya, (Putusan M.A. tanggal 18 Maret 1959 Reg. No. 37
K/SIP/1959).

2. Anak Tiri

Anak tiri yang hidup bersama dengan ibu kandungnya dan bapak tirinya
atau sebaliknya adalah warga serumah tangga pula.
Terhadap Bapak atau ibu kandungnya anak itu adalah ahli waris, tetapi
terhadap bapak atau ibu tirinya anak itu bukanlah ahli waris melainkan
hanya warga serumah tangga saja..
Hidup bersama dalam suatu rumah tangga membawa hak-hak dan
kewajiban-kewajiban antara satu dengan yang lainnya.
Kadang-kadang begitu eratnya hubungan antara anggota rumah tangga,
sehingga anak tiri mendapat hak hibah dari bapak tirinya, bahkan anak tiri


berhak atas penghasilan dari bagian harta peninggalan bapak tirinya
demikian sebaliknya.

3. Anak yang lahir diluar Perkawianan:
Anak yang lahir diluar perkawinan hanya menjadi ahli waris dari ibunya.

4. Kedudukan Janda ;

Didalam hukum adat kedudukan janda didalam masyarakat di Indnnesia
adalah tidak sama sesuai dengan sifat dan system kekelurgaan.
Sifat kekelurgaan Matriachaat : harta warisan suaminya yang meninggal
dunia kembali kekeluarga suaminya atau saudara kandungnya.
Di Daerah Tapanuli dan Batak :
a. Isteri dapat mewarisi harta peninggalan suaminya.
b. Anak yang belum dewasa dibawah kekuasaan hbunya dan harta
kekayaan anak dikuasai ibunya.
Janda wajib tetap berada dalam ikatan kekelurgaan kerabat suaminya,
bahkan sering janda menjadi isteri dari saudara suaminya.

5. Kedudukan Duda

Di Daerah Minangkabau dengan sifat kekeluargaan matrilineal suami pada
hakekatnya tidak masuk keluarga isteri, sehingga duda tidak berhak atas
warisan isteri.
Di Daerah Batak dan Bali suami berhak atas warisan isterinya yaitu
barang-barang yang dulu dibawa oleh isterinya.
Di Jawa duda berhak mendapat nafkah dari harta kekayaan rumah tangga
setelah isterinya meninggal dunia.

0 komentar:

Posting Komentar

About This Blog

Lorem Ipsum


Got My Cursor @ 123Cursors.com

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP