Cari uang dan hasilkan profit di internet
BELAJARLAH! SESUNGGUHNYA TIDAKLAH MANUSIA ITU DILAHIRKAN DALAM KEADAN PANDAI

KAFA'AH DALAM PERKAWINAN

>> Senin, 01 Februari 2010

KAFA’AH DALAM PERKAWINAN

     Kafa’ah dalam perkawinan dimaksudkan agar terjadi persesuaian keadaan antara suami dengan perempuannya, sama kedudukannya. Suami seimbang kedudukannya dengan isterinya dalam masyarakat. Persamaan kedudukan suami dan isteri akan membawa ke rumah tangga yang sejahtera. Demikian gambaran yang diberikan oleh kebanyakan ahli fiqh tentang kafa’ah.
Dalam syariat isslam sebenarnya kafa’ah tidak ada penetapan hukumnya. Artinya, islam tidak menetapkan: seorang laki-laki hanya boleh kawin dengan orang kaya, manager tidak boleh kawin dengan karyawan, orang cantik tidak boleh kawin dengan lelaki jelek, tidak seperti itu. Islam tidak pernah mengajarkan yang demikian.
     Islam adalah agama fitrah, yang condong kepada kebenaran. Islam tidak membuat aturan tentang kafaah, tetapi manusialah yang membuatnya/menetapkannya, sebab itulah mereka berbeda pendapat tentang hukum kafa’ah dan pelaksanaannya.

PENDAPAT PARA IMAM MADZHAB

Madzhab Dzahiriyah
     Ibnu Hazm selaku pemuka madzhab ini, yang dikenal sebagai mujtahid mutlak berpendapat bahwa tidak ada kafa’ah dalam perkawinan, artinya ia tidak mengakui tentang kafa’ah dalam perkawinan. Menurutnya setiap muslim selama tidak melakukan zina boleh kawin dengan perempuan muslimah, siapapun orangnya asal bukan perempuan pezina.
Semua orang islam adalah saudara. Tidaklah haram perkawinan orang budak hitam dengan perempuan cantik yang terhormat. Seorang muslim yang kelewat fasik, asal tidak zina adalah kufu’ bagi muslimah yang fasikasalkan perempuan itu tidak berzina. beralasan dengan firman Allah swt:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara”. (Qs: al-Hujurat:10)
Firman ini ditujukan untuk segenap kaum muslimin.

فنكحوا ما طاب لكم من النساء
“ Kawinilah perempuan-perempuan yang menarik hatimu”. (Qs: an-Nisa’:3)

وأحلّ لكم ورآء ذ لكم
“Dan dihalalkan bagimu perempuan-perempuan selain yang demikian (mahram)”. (Qs: an-Nisa’:24)

والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أوليآ ء بعض
“Laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman sebagian adalah penolong bagi sebagian lainnya”. (Qs: at-Taubah: 71)

Demikian pendapat ibnu Hazm yang tidak mengakui adanya kafa’ah dalam perkawinan. Dan pendapat ini yang lebih banyak berlaku di kalangan masyarakat modern ini.

Madzhab Malikiyah
    Para ulama Malikiyah mengakui adanya kafa’ah, tetapi menurut mereka kafa’ah hanya dipandang dari sifat istiqomah dan budi pekertinya saja. Kafa’ah bukan karena nasab atau keturunan, seorang lelaki yang soleh yang tidak bernasab boleh kawin dengan perempuan yang bernasab, pengusaha kecil boleh kawin dengan pengusaha besar, orang hina boleh kawin dengan perempuan terhormat, laki-laki miskin boleh kawin dengan perempuam kaya, semuanya itu boleh asalkan sesama muslim. Seorang wali tidak boleh menolaknya dan tidak berhak memintakan cerai meskipun laki-lakinya tidak sama kedudukannya dengan kedudukan wali yang menikahkan, apabila perkawinannya dilaksanakan atas persetujuan si perempuan. Apabila si lelaki akhlaknya jelek tidak sekufu’ dengan perempuan yang solehah, si perempuan berhak meminta fasakh apaila ia masih gadis dan di paksa kawin dengan laki-laki fasik. 
Mereka beralasan dengana firman Allah swt:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَا
كُمْ
“Wahai sekalian manusia. Kami jadikan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling takwa di antara kalian”. (Qs: al-Hujurat: 13)

     Ayat tersebut di atas mengandung pernyataan bahwa manusia itu sama bentuk dan ciptaannya, tidak ada yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali karena takwanya dan kesediaanya untuk menunaikan hak Allah dan hak hambanya.

Mereka juga beralasan dengan hadits nabi saw:
اِذا أتا كم من ترضون دينه وخلقه فانكحوه اِلاّ تفعلوا تكن فتنة فى الأرض وفساد كبير قالوا: يا رسول الله. واِكان فيه؟ قال: اِذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فانكحوه ثلاث مرّات.
“apabila datan g kepoadamu orang yang kamu sukai agama dan budi pekertinya maka kawinilah dia, kalau tidak nanti menimbulkan fitnah dan kerusakan di dunia. Mereka menyela, “ya rasulallah, apakah meskipun…..(cacat). “rasulallah saw menjawab: apaila dating kepadamu orang yang kamu ridhoi agama dan budi pekertinya maka nikahkanlah dia.” Beliau saw mengucapkan demikian sampai tiga kali. (HR: Tirmidzi dari Abi Hatim)

Ali bin Abi Thalib pernah ditanya tentang hukum kafa’ah dalam perkawinan dan beliau menjawab:
النّاس بعضهم أكفاءبعض عربيّهم وعجميّهم قريشهم وهاشميّهم اِذا أسلموا وآمنوا 
“Manusia itu sebagian kufu’ bagi lainnya, Arabnya, Ajamnya, Quraisynya, dan Hasyiminya, apabila mereka telah beriman dan masuk islam”.
Demikian pendapat madzhzb maliky tentang kafa’ah dalam perkawinan, mereka berpendapat bahwa kafa’ah hanya terletak pada persamaan akhlak dan agama saja tidak yang lain.

Madzhab Hanafi, Syafi’i, Dan Hambali
    Para ahli fiqh dari kalangan tiga madzha ini, memasukan ukuran lain dalam hal kafa’ah, tidak seperti yang digariskan madzhab maliki. 
Perinciannya adalah sebagai berikut:
1.Nasab
Orang Arab adalah sekufu’ bagi orang Arab, Qurasyi sekufu’ bagi orang Quraisy lainnya. Orang Arab bisaa tidak sekufu’ dengan orang-orang Quraisy, mereka beralasan dengan hadits:
العرب أكفاء بعضهم لبعض قبيلة لقبيلة وحيّ لحي ورجل لرجل اِلاّ حائكا أو حجّاما 
“Orang Arab adalah kufu’ orang arab, quraisy adalah kufu’ bagi orang quraisy. Satu kabilah untuk kabilah, kabilah hay untuk hay, seorang untuk seorang, kecuali tukang tenun dan tukang canduk”. (HR: al-Hakim dari Ibnu Umar)

2.Merdeka
Seorang budak tidak dipandang sekufu’ dengan orang yang merdeka, demikian pula orangyang pernah menjadi budak tidak sekkufu’ dengan perempuan yang ayahnya belum pernah menjadi budak, karena orang yang merdeka akan merasa terhina apabila hidup bersama budak atau orang yang pernah menjadi budak dan anak bekas budak.

3.Islam
Kufu’ berdasarkan keislaman ini pada dasarnya digunakan bagi orang selain Arab. Sedangkan orang arab kafa’ahnya tidak diukur dengan keislamannya, sebab mereka bangga dengan nasab dan keturunan mereka, mereka tidak bangga dengan keislaman nenek moyang mereka, sedangkan orang –orang selain arab, yaitu orang Mawali dan orang Ajam, mereka akan bangga dengan keislaman leluhur mereka.

4.Pekerjaan
Apabila seorang perempuan berasal dari kalangan orang-orang yang mempunyai pekerjaan tetap dan terhormat tidak dianggap sekufu’ dengan seseorang yang rendah penghasilannya. Ukuran tinggi rendahnya usaha adalah menurut adat.
5.Kekayaan
Seorang yang miskin tidak dianggap sekufu’ dengan orang yang kaya, mereka beralasan bahwa kedudukan seseorang itu menurut hartanya dan kemuliaan itu tergantung pada ketakwaannya. Dalam hal ini beberapa Ulama Syafi’iyah tidak sependapat, artinya para ulama dikalangan Syafi’iyah berbeda-beda dalam menetepkan kekayaan sebagai ukuran kafa’ah.

6.Tidak Cacat
Syafi’iyah menganggap kecacatan seseorang sebagai ukuran kafa’ah. Orang yang cacat yang memungkinkan seorang isteri menuntut fasakh dianggap tidak sekufu’ dengan orang yang tidak cacat, meskipun cacatnya tidak menyebabkan fasakh,, tetapi yang sekiranya akan membuat orang tidak senang mendekatinya. Beda dengan pendapat beda dengan pendapat ulama Hanafiyah dan Hanabilah, mereka tidak menganggap bersih dari cacat sebagai ukuran kafa’ah dalam perkawinan. 

     Demikian penjelasan tentang kafa’ah dalam perkawinan menurut beberapa Imam madzhab.dari penjelasan para Imam tersebut, saya lebih condong terhadap pendapat Madzhab Maliki yang mengatakan bahwa kafa’ah itu hanya pada soal agama dan akhlak tidak untuk yang lainnya. Pendapat ini juga diutarakan oleh Ibnu al-Qoyyim yang berpendapat bahwa hukum kafa’ah dari rasulallah saw tentang kafa’ah, maksudnya adalah agama dan kesempurnaan budi pekerti, karena al-qur’an dan as-sunnah tidak pernah menyebut-nyebut kafa’ah selain agama.
Rasulallah saw. bersabda:
لا فضل لعربيّ على عجميّ ولا لعجميّ على عربيّ ولا لأبيض على أسود ةلا لأسود على أبيض اِلاّ بالتقوى الناس من آدم وآدم من تراب.  
“Tidak ada kelebihan bagi orang arab dan atas orang ajam,tidak ada kelebihan orang ajam atas orang arab, tidak ada kelebihan bagi orang kulit putih atas orang yang berkulit hitam dan orang yang kulit hitam atas kulit putih kecuali karena takwanya. Manusia itu berasal dari adam dan adam itu berasal dari tanah.”









0 komentar:

Posting Komentar

About This Blog

Lorem Ipsum


Got My Cursor @ 123Cursors.com

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP